Sabtu, 29 Maret 2014

2020



Pasar Bebas Tahun 2020


Tahun 2020 adalah masa dimana meningkatnya  sebuah persaingan hidup yang tinggi untuk menjadi yang terbaik. Dan untuk bisa bersaing secara baik, kita tak mungkin mencapainya hanya berpangku tangan atau hanya bekerja seadanya.   Karena  kita sebagai Negara yang berada di Asia Tenggara akan memasuki zona pasar bebas pada 2015. Dan kesiapan Indonesia untuk menhadapi itu masih dipertanyakan. AEC atau Asean Economic Community menyatakan, dalam pelaksanaannya Negara-negara anggota harus memegang teguh prinsip open market, outward looking,  dan market drive economy sehingga ekonomi Negara-negara ASEAN dapat membentuk pasar tunggal dan basis produk bersama. Dengan Adanya Pasar Bebas pastinya apapun akan bebas diekspor kemana-mana tanpa ada tariff yang mengikatnya. Dan meski zero tariff, Negara-negara yang diekspor  belum tentu dapat diterima sepenuhnya. Karena setiap Negara pasti memiliki “standar”.
Menurut  shahrial loetan, kunci utama dari persaingan di pasar bebas sebenarnya ada pada sumber daya manusia (SDM). Dengan adanya kesetaraan profesi antarnegara, maka kualitas sangat menentukan hasil persaingan. Dan meski saat ini Indonesia menjadi salah satu Negara angkatan kerja terbesar, SDM dari sisi persentase masih sangat rendah dibanding banyak Negara. Lalu SDM Indonesia harus dibekali dengan kemampuan SI. Dan hal yabg paling utama adalah permasalahan bahasa yang digunakan intuk berkomunikasi. Misalkan di Filiphina, jika mau jadi sopir taksi kita harus bisa bahasa inggris.
Dan mungkin, dalam waktu yang relative singkat ini, menurut saya, hal-hal yang masih relatif kecil itu masih bisa dikebut. Dan untuk bersaing kita harus memiliki Bahasa yang akan mendorong daya saing.
Selain SDM, ada hal lain yang harus di tingkatkan, yankni mesinnya. Dengan demikian, SDM yang sudah berkualitas  dapat ditunjang dengan mesin-mesin yang mumpuni. Saat ini Indonesia membutuhkan mesin dengan teknologi tinggi. Memang mahal harganya dibandingkan dengan memperbaiki mesin-mesin yang sudah tua. Namun, untuk meningkatkan daya saing, maka industry di Indonesia harus “babak-belur” dulu sebelum meraup untung yang maksimal. Ya seperti inilah mungkin arti kata pepatah “Berakit-rakit ke hulu, Berenang-renang ke Hilir”.
Lalu menurut Shahrial loetan, beliau mempunyai trik untuk membuat produk Indonesia bisa unggul dimata dunia. Caranya adalah, dengan mengidentifikasi apa yang menjadi keahlian Indonesia, yang masih jarang dimiliki orang lain. Misalnya pijat, beliau pernah bertemu tukang pijat bali di India, di Brunai, dan Malaysia, itu dari Indonesia semua.
Selain jasanya, Indonesia masih memiliki salah satu industry yang memang sudah masuk dalam radar industry global ternama, yakni industry herbal yang sudah menembus pasar USA yang dikatakan mempunyai standar tinggi. Dan pesaing untuk industry ini adalah china. Akan tetapi china masih banyak  sisi kurang baiknya, suka ditambahin kimia.  Dan itulah trik dari beliau yang bia dikatakan yaitu “mencari celah” peluang.
Oleh karenanya, selain harus bekerja keras, Indonesia juga harus bekerja cerdas, dengan melihat sector-sektor apa saja yang bisa “mencuri start” untuk bisa bersaing pada zona perdagangan bebas nantinya. Kita itu kuatnya dimana, dan itu yang perlu kita perkuat duluan, jangan mau bersaing tapi kita tidak begitu jago.
Dan yang harus kita persiapkan untuk menhadapi tahun 2020 nanti, yaitu :
1.       Kemauan kuat untuk berkarya dengan penuh semangat,
2.       Mampu membuat keputusan yang tepat dan berani mengambil resiko,
3.       Kreatif dan inofatif,
4.       Tekun, Teliti, dan Produktif,
5.       Berkarya dengan semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat.
6.       Pencapaian dengan pertimbangan pasti.

Ada dua strategi kebijakan industrial yang bisa di tempuh bangsa kita, yaitu menciptakan iklim investasi yang kondusif dan menciptakan kemitraan antara pemerintah dan pihak swasta.
Siapapun asal berkemauan keras, rajin, ulet bisa mendapatkan informasi yang mereka mau dan butuhkan untuk tahu dan menangkap peluang yang diciptakan oleh zaman ini…..



SEJARAH



SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI TANAH PAPUA



Kedatangan pengaruh Islam ke Pulau Papua, yaitu ke daerah Fakfak Papua Barat tidak terpisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Sebelum membahas proses masuknya Islam di daerah ini terlebih dahulu akan dibahas proses masuknya agama Islam di Maluku, Ternate, Tidore serta pulau Banda dan Seram karena dari sini Islam memasuki kepulauan Raja Ampat di Sorong, dan Semenajung Onin di Kabupaten Fakfak.
 Sejarah masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Sedangkan menurut sumber lain Islam masuk ke Ternate di sekitar tahun jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit 1478, jadi sekitar akhir abad ke-15. Sumber lain berdasarkan catatan Antonio Galvao dan Tome Pires bahwa Islam masuk ke Ternate pada tahun 1460-1465. Dari beberapa sumber tadi dengan demikian dapat diperkirakan bahwa Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 selanjutnya masuk ke Papua pada abad ke-16, sebagain ahli memprediksikan bahwa telah masuk sejak abad ke-15 Sebagaimana disebutkan situs Wikipedia. Secara geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak. Walaupun demikian tidak berarti bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam banyak hal sangat berpengaruh.
 Dengan adanya pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja Ampat Sorong dan Fakfak, maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam masuk ke Raja Ampat dan Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah pantai selatan daerah Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya adalah wilayah lingkup pengaruh kedua kesultanan itu (Onim 2006; 83) Kajian masuknya Islam di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The preaching of Islam yang dikutip oleh Bagyo Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan salah seorang raja di Maluku kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onim (Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir adalah Islam. Karena letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang. Karena kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut. Ambary hasan, dalam tulisannya yang dikutif oleh Halwany Michrob mengatakan bahwa sejarah masuknya Islam di Sorong dan Fakfak terjadi melalui dua jalur.
 Perkembangan Islam di Papua Di daerah Sorong, perkembangannya di mulai sejak abad ke-15 ketika Raja-raja Ternate dan Tidore mengadakan pelayaran ke timur untuk mencari burung kuning yang berlokasi di Salawati; Perkembangan agama Islam di daerah Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon.

Kerajaan Islam di Papua :
1)      Kerajaan Waigeo
2)      Kerajaan Misool/Lilinta (marga Dekamboe)
3)      Kerajaan Salawati (marga Arfan)
4)      Kerajaan Sailolof/Waigama (marga Tafalas)
5)      Kerajaan Fatagar/(marga Uswanas)
6)      Kerajaan Rumbati (marga Bauw)
7)      Kerajaan Atiati (marga Kerewaindżai)
8)      Kerajaan Sekar (marga Rumgesan)
9)      Kerajaan Patipi
10)   Kerajaan Arguni
11)   Kerajaan Wertuar (marga Heremba)
12)   Kerajaan Kowiai/kerajaan Namatota
13)   Kerajaan Aiduma
14)   Kerajaan Kaimana

7 teori yang membahas kedatangan islam, yaitu :

Teori Papua
Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana, manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan tidore atau pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera,Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga mengatak bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi adam dan hawa berada di daratan Papua.
Teori Aceh
Studi sejarah masukanya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun 1374 M.

Teori Arab
Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah Papua, yaitu pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab, yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan diterima          oleh masyarakat di pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
2. Agama Islam datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).


Teori Jawa
Berdasarkan catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.


Teori Banda
Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak dikembagkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten attamimi yang telah lama menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan jainun, yaitu proses pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.

Teori Bacan
Kesultanan Bacan dari Maluku pada masa Sultan Muhammad al-Bakir—lewat Piagam Kesiratan yang dicanangkan oleh peletak dasar Mamlakatul Mulukiyahatau Moloku Kie Raha (Empat Kerajaan Maluku: Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo), melalui walinya Ja’far ash-Shadiq (1250 M), lewat keturunannya ke seluruh penjuru negeri— menyebarkan syiar Islam ke Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Dengan semangat Piagam Kesiratan inilah misi dakwah Islam menapaki Papua. Menurut Arnold, Raja Bacan yang pertama masuk Islam bernama Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521 M. Ia telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati. Kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke Semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua pada tahun 1606 M. Melalui pengaruh dia dan para pedagang Muslim, para pemuka masyarakat pulau-pulau tersebut memeluk agama Islam.
Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme, rakyat pesisir menganut agama Islam. Dari sumber-sumber tertulis maupun lisan serta bukti-bukti peninggalan nama-nama tempat dan keturunan Raja Bacan yang menjadi raja-raja Islam di Kepulauan Raja Ampat, diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah Kesultanan Bacan sekitar pertengahan abad XV. Kemudian pada abad XVI barulah terbentuk kerajaan- kerajaan kecil di Kepulauan Raja Ampat itu. Penyebaran Islam di Kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad ke-15, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore, termasuk Kokas.
Kaum Muslim di Fakfak datang dari masa Kesultanan Tidore dan Ternate. Masjid Tua Patimburak yang berlokasi di Kokas, Fakfak, Papua Barat ini menjadi bukti sejarah syiar Islam telah menyentuh tanah Papua beratus tahun lampau. Jika bertandang ke masjid tua ini,terselip atmosfer religi yang menyembul di antara belantara. Masjid ini berada di kampung yang dihuni tak lebih dari 36 kepala keluarga. Kesederhanaan terasa menyatu antara masjid dan kehidupan masyarakatnya. Masjid Patimburak yang telah beberapa kali direnovasi ini memiliki keunikan pada arsitekturnya. Perpaduan bentuk masjid dan gereja terlihat jelas. Ini menunjukkan toleransi sudah tumbuh lama di Kokas. Empat pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid masih menggunakan material yang asli. Masjid tua ini dibangun pada masa Raja Wertuer I yang bernama kecil Semempe. Saat itu Islam dan Kristen sudah menjadi dua agama yang hidup berdampingan di Papua. Ketika dua agama ini akhirnya masuk ke wilayahnya, Wertuer sang raja tak ingin rakyatnya terbelah kepercayaannya.
Karena itu ia lalu membuat sayembara: misionaris Kristen dan imam Muslim ditantang untuk membuat masjid dan gereja. Masjid didirikan di Patumburak, gereja didirikan di Bahirkendik. Bila salah satu di antara keduanya bisa menyelesaikan bangunannya dalam waktu yang ditentukan, maka seluruh rakyat Wertuer akan memeluk agama itu. Masjidlah yang berdiri pertama kali. Karena itu raja dan seluruh rakyatnya pun memeluk Islam. Bahkan sang raja kemudian sekaligus menjadi imam, dengan pakaian kebesarannya berupa jubah, sorban, dan tanda pangkat di bahunya. Sejak saat itu, Masjid Patimburak menjadi tempat Raja menjalankan roda pemerintahannya. Agama Islam menjadi agama resmi negara dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Syariah Islam menjadi pilar aturan yang merangkai seluruh permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Masjid yang menjadi pilar Islam di bumi Papua itu hingga kini masih berdiri megah di pinggir Teluk Kokas. Masjid ini masih difungsikan sebagai tempat ibadah 36 kepala keluarga dengan 147 jiwa yang tinggal di sekitarnya. [Al Waie]
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".
"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud " Ewanin " adalah nama lain untuk daerah "Onin " dan "Sran " adalah nama lain untuk " Kowiai ". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku. Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin- pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.
Kedatangan Orang Islam Pertama Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan. Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah.
Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme. Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut:
“…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku"
Tentang masuk dan berkembangnya syi'ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan:
“Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian..."
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua). ”

Teori Maluku Utara (Ternate-Tidore)

Dalam sebuah catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I ) memimpin ekspedisi ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan Waigeo. Dari Arab, Aceh,Jawa , Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.

Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Sejak  zaman itu muncul zaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalar perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

Pendapat lain mengemukakan bahwa Perkembangan agama Islam di daerah Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di Ambon.
Proses Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur Perdagangan, pendidikan non formal dan politik, yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan (Onim, 2006;102-105).

Proses Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur :
1. Perdagangan, Jalur perdagangan dilakukan ketika para pedagang datang kemudian mereka menetap di pemukiman masyarakat di sekitar daerah pesisir pantai, selain berdagang mereka juga memperkenalkan agama Islam dengan mengajarkan penduduk untuk melakukan shalat.
2. Perkawinan para pedagang umumnya menempuh cara perkawinan agar lebih gampang atau mudah memperoleh kemungkinan dan jalan masuk untuk mendapatkan hasil pala dari masyarakat Fakfak. Para pedagang datang ke wilayah ini kemudian mereka kawin dengan kaum wanita di tempat tersebut dengan demikian ia dijadikan pemimpin dalam agama Islam.
3. Pendidikan non formal dilakukan melalui pusat-pusat pengajian yang berlokasi di masjid-masjid maupun di rumah- rumah para mubaliqh
4. Politik yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan (Onim,2006;102-105).
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat diketahui dengan adanya ditemukan masjid-masjid kuno peninggalan kerajaan Islam yang pernah berkuasa di wilayah tersebut diantaranya gong, bedug masjid, rebana yang digunakan pada saat upacara maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah kerajaan dari kerajaan Ati-ati. Masjid-masjid kuno yang ditemukan tersebut tersebar di beberapa tempat diantaranya masjid Patimburak, masjid Werpigan dan masjid Merapi.
Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja yang berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Kaimana).
Masing-masing raja tersebut mendirikan masjid dan masjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam.
Bukti pengaruh masuknya Islam
1.      Masjid yang didirikan oleh raja Ati-ati
Masjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya masjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati adalah masjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9. Masjid tersebut telah mengalami renovasi, sehingga konstruksi aslinya telah hilang yang nampak adalah masjid yang baru ( Tim peneliti, 1999)
2.      Masjid yang didirikan oleh raja Fatagar
Masjid yang didirikan oleh Raja Fatagar yaitu masjid Merapi terletak di kampung Merapi, dalam masjid terdapat bedug yang terbuat dari batang kayu kelapa. Di dekat masjid terdapat makam Raja Fatagar I dan II, makam terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok yang berada di dalam pagar dan kelompok yang berada di luar
3.      Selain itu bukti pengaruh masuknya Islam yaitu ditemukan rebana yang digunakan pada saat upacara maulid, gong, tanda raja, tongkat cis, songkok raja dan adanya silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di wilayah tersebut.
4.      Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan masjid kuno dibeberapa tempat yaitu masjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja. Islam juga menancapkan pengaruhnya didaerah Kokas, Fakfak salah satu buktinya adalah keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu Masjid Patimburak. Masjid Patimburak adalah sebuah masjid tua bersejarah dan terletak di Distrik Kokas, Fakfak, Papua Barat. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam di Papua dan menjadi salah satu pusat agama Islam di Kabupaten Fakfak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Informasi masjid tersebut didirikan pada tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian. Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk kokas. Dari beberapa sumber disimpulkan bahwa Islam masuk ke kabupaten Fakfak menurut beberapa sumber sekitar pertengahan abad  ke-15. Proses masuknya yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan politik. Islam masuk ke wilayah ini tidak terlepas dari pengaruh kesultanan Ternate dan Tidore sebagai basis Islamisasi di Indonesia bagian timur.