SEJARAH
MASUKNYA ISLAM DI TANAH PAPUA
Kedatangan pengaruh Islam ke Pulau Papua, yaitu ke daerah
Fakfak Papua Barat tidak terpisahkan dari
jalur perdagangan yang terbentang antara pusat
pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan
Maluku. Sebelum membahas proses masuknya Islam
di daerah ini terlebih dahulu akan dibahas
proses masuknya agama Islam di Maluku, Ternate, Tidore serta pulau Banda dan Seram karena dari sini Islam memasuki kepulauan Raja Ampat di Sorong, dan Semenajung Onin di Kabupaten Fakfak.
Sejarah masuknya
Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Sedangkan menurut sumber lain Islam masuk ke Ternate di sekitar
tahun jatuhnya kerajaan Hindu Majapahit 1478,
jadi sekitar akhir abad ke-15. Sumber lain
berdasarkan catatan Antonio Galvao dan Tome
Pires bahwa Islam masuk ke Ternate pada tahun 1460-1465. Dari beberapa sumber tadi dengan demikian dapat diperkirakan bahwa Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 selanjutnya masuk ke Papua pada abad ke-16, sebagain ahli memprediksikan bahwa telah masuk sejak abad ke-15 Sebagaimana disebutkan situs Wikipedia. Secara
geografis tanah Papua memiliki kedekatan
relasi etnik dan kebudayaan dengan Maluku.
Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan
Maluku Tengah, Tenggara dan Selatan, sedangkan
dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan
Maluku Utara. Oleh karena itu, dalam membahas
sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua alur
komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan Semenajung Onim Fakfak. Walaupun demikian tidak berarti bahwa Ternate tidak ada pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam banyak hal sangat berpengaruh.
Dengan adanya
pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja Ampat Sorong dan Fakfak, maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam masuk ke Raja Ampat dan Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah pantai selatan daerah Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya adalah wilayah lingkup pengaruh kedua kesultanan itu (Onim 2006; 83) Kajian masuknya Islam di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The
preaching of Islam yang dikutip oleh Bagyo
Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad
ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di
sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool,
Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada
Sultan Bacan salah seorang raja di Maluku
kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya
sampai Semenanjung Onim (Fakfak), di barat
laut Irian pada tahun 1606, melalui
pengaruhnya dan pedagang muslim maka para
pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk
agama Islam meskipun masyarakat pedalaman
masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir
adalah Islam. Karena
letak Papua yang strategis menjadikan wilayah
ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia
Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia
sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian
atau tambang yang tak ternilai harganya dan
kekayaan rempah-rempah sehingga daerah ini
menjadi incaran para pedagang. Karena
kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah
maka terjadi hubungan politik dan perdagangan
antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan
pusat kerajaan Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di daerah tersebut. Ambary hasan, dalam tulisannya yang dikutif oleh Halwany Michrob mengatakan bahwa sejarah masuknya Islam di Sorong dan Fakfak terjadi melalui dua jalur.
Perkembangan
Islam di Papua Di daerah Sorong, perkembangannya di mulai sejak
abad ke-15 ketika Raja-raja Ternate dan Tidore mengadakan
pelayaran ke timur untuk mencari burung
kuning yang berlokasi di Salawati; Perkembangan
agama Islam di daerah Fakfak dikembangkan
oleh pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang diteruskan
ke Fakfak melalui Seram Timur oleh seorang
pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama
menetap di Ambon.
Kerajaan Islam di Papua :
1)
Kerajaan Waigeo
2)
Kerajaan Misool/Lilinta (marga
Dekamboe)
3)
Kerajaan Salawati (marga Arfan)
4)
Kerajaan Sailolof/Waigama (marga
Tafalas)
5)
Kerajaan Fatagar/(marga Uswanas)
6)
Kerajaan Rumbati (marga Bauw)
7)
Kerajaan Atiati (marga Kerewaindżai)
8)
Kerajaan Sekar (marga Rumgesan)
9)
Kerajaan Patipi
10)
Kerajaan Arguni
11)
Kerajaan Wertuar (marga Heremba)
12)
Kerajaan Kowiai/kerajaan Namatota
13)
Kerajaan Aiduma
14)
Kerajaan Kaimana
7 teori yang membahas kedatangan islam,
yaitu :
Teori Papua
Teori ini
merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di sebagaian rakyat asli
Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana, manokwari dan raja
ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari luar Papua dan
bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan tidore atau pedagang
muslim dan da’I dari Arab, Sumatera,Jawa, maupun Sulawesi. Namun Islam berasal
dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt. mereka juga
mengatak bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan dengan adanya
pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat turunya nabi
adam dan hawa berada di daratan Papua.
Teori Aceh
Studi sejarah masukanya
Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten Fakfak pada tahun 2006,
menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8 Agustus 1360 M, yang ditandai
dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di Fatagar Lama, kampong
Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan
tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati XVI (Muhamad
Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw), mubaligh Abdul
Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan sekitarnya,
kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati pada tahun
1374 M.
Teori Arab
Menurut sejarah
lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di tanah Papua, yaitu
pertamakali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang sufi
bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab,
yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya
Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun
1587. Selain dari sejarah lisan tadi, dilihat dalam catatan hasil Rumusan
Seminar Sejarah Masuknya Islam dan Perkembanganya di Papua, yang dilaksanakan
di Fakfak tanggal 23 Juni 1997, dirumuskan bahwa:
1. Islam dibawa
oleh sultan abdul qadir pada sekitar tahun 1500-an (abad XVI), dan
diterima oleh masyarakat di
pesisir pantai selatan Papua (Fakfak, Sorong dan sekitarnya)
2. Agama Islam
datang ke Papua dibawa oleh orang Arab (Mekkah).
Teori Jawa
Berdasarkan
catatan keluarga Abdullah Arfan pada tanggal 15 Juni 1946, menceritakan bahwa
orang Papua yang pertama masuk Islam adalah Kalawen yang kemudian menikah
dengan siti hawa farouk yakni seorang mublighat asal Cirebon. Kalawen setelah
masuk Islam berganti nama menjadi Bayajid, diperkirakan peristiwa tersebut
terjadi pada tahun 1600. Jika dilihat dari silsilah keluarga tersebut, maka
Kalawen merupakan nenek moyang dari keluarga Arfan yang pertama masuk Islam.
Teori Banda
Menurut Halwany
Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di Fakfak dikembagkan oleh
pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan ke fakfak melalui seram
timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten attamimi yang telah lama
menetap di ambon. Microb juga mengatakan bahwa cara atau proses Islamisasi yang
pernah dilakuka oleh dua orang mubaligh dari banda yang bernama salahuddin dan
jainun, yaitu proses pengIslamanya dilakukan dengan cara khitanan, tetapi
dibawah ancaman penduduk setempat yaitu jika orang yang disunat mati, kedua
mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan
tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
Teori Bacan
Kesultanan Bacan dari Maluku
pada masa Sultan Muhammad
al-Bakir—lewat Piagam Kesiratan yang
dicanangkan oleh peletak dasar Mamlakatul Mulukiyahatau
Moloku Kie Raha (Empat Kerajaan Maluku:
Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo), melalui
walinya Ja’far ash-Shadiq (1250 M), lewat
keturunannya ke seluruh penjuru negeri— menyebarkan
syiar Islam ke Sulawesi, Filipina, Kalimantan,
Nusa Tenggara, Jawa dan Papua. Dengan semangat
Piagam Kesiratan inilah misi dakwah Islam
menapaki Papua. Menurut Arnold, Raja Bacan
yang pertama masuk Islam bernama Zainal Abidin
yang memerintah tahun 1521 M. Ia telah
menguasai suku-suku di Papua serta pulau-pulau
di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo,
Misool, Waigama dan Salawati. Kemudian Sultan
Bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke
Semenanjung Onin Fakfak, di barat laut Papua
pada tahun 1606 M. Melalui pengaruh dia dan
para pedagang Muslim, para pemuka masyarakat
pulau-pulau tersebut memeluk agama Islam.
Meskipun masyarakat
pedalaman masih tetap menganut animisme, rakyat pesisir menganut agama Islam.
Dari sumber-sumber tertulis maupun lisan serta bukti-bukti peninggalan
nama-nama tempat dan keturunan Raja Bacan yang menjadi raja-raja Islam di
Kepulauan Raja Ampat, diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua
adalah Kesultanan Bacan sekitar pertengahan abad XV. Kemudian pada abad XVI
barulah terbentuk kerajaan- kerajaan kecil di Kepulauan Raja Ampat itu.
Penyebaran Islam di Kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di
wilayah Papua. Pada abad ke-15, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan
Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit
demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan
Tidore, termasuk Kokas.
Kaum Muslim di Fakfak datang
dari masa Kesultanan Tidore dan Ternate. Masjid Tua Patimburak yang berlokasi
di Kokas, Fakfak, Papua Barat ini menjadi bukti sejarah syiar Islam telah
menyentuh tanah Papua beratus tahun lampau. Jika bertandang ke masjid tua
ini,terselip atmosfer religi yang menyembul di antara belantara. Masjid ini
berada di kampung yang dihuni tak lebih dari 36 kepala keluarga. Kesederhanaan
terasa menyatu antara masjid dan kehidupan masyarakatnya. Masjid Patimburak
yang telah beberapa kali direnovasi ini memiliki keunikan pada arsitekturnya.
Perpaduan bentuk masjid dan gereja terlihat jelas. Ini menunjukkan toleransi
sudah tumbuh lama di Kokas. Empat pilar penyangga yang terdapat di dalam masjid
masih menggunakan material yang asli. Masjid tua ini dibangun pada masa Raja
Wertuer I yang bernama kecil Semempe. Saat itu Islam dan Kristen sudah menjadi
dua agama yang hidup berdampingan di Papua. Ketika dua agama ini akhirnya masuk
ke wilayahnya, Wertuer sang raja tak ingin rakyatnya terbelah kepercayaannya.
Karena itu ia lalu membuat
sayembara: misionaris Kristen dan imam Muslim
ditantang untuk membuat masjid dan gereja.
Masjid didirikan di Patumburak, gereja
didirikan di Bahirkendik. Bila salah satu di
antara keduanya bisa menyelesaikan bangunannya
dalam waktu yang ditentukan, maka seluruh
rakyat Wertuer akan memeluk agama itu. Masjidlah yang berdiri pertama kali. Karena itu raja dan seluruh rakyatnya pun memeluk Islam. Bahkan sang raja kemudian sekaligus menjadi imam, dengan pakaian kebesarannya berupa jubah, sorban, dan tanda pangkat di bahunya. Sejak saat itu, Masjid Patimburak menjadi tempat Raja menjalankan roda pemerintahannya. Agama Islam menjadi agama resmi negara dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan. Syariah Islam menjadi pilar aturan yang merangkai seluruh permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Masjid yang menjadi pilar
Islam di bumi Papua itu hingga kini masih berdiri megah di pinggir Teluk Kokas.
Masjid ini masih difungsikan sebagai tempat ibadah
36 kepala keluarga dengan 147 jiwa yang
tinggal di sekitarnya. [Al Waie]
Sebagai kerajaan tangguh
masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit
meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk
Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut
bahkan disebut-sebut dalam kitab
Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya.
Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan
sebagai berikut:
"Muwah
tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi
nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan
pramuka Bantayan len luwuk teken
Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".
"Ikang
sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".
Dari keterangan yang
diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut
sejumlah ahli bahasa yang dimaksud " Ewanin "
adalah nama lain untuk daerah "Onin
" dan "Sran " adalah nama lain untuk " Kowiai ". Semua tempat
itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data
tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan
Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah
termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold :
"The Preaching of Islam”, setelah
kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh
kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan
berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan
sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam
Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung
maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat
diperoleh catatan bahwa pada abad ke
XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat,
yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool,
Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan
Sultan Bacan di Maluku. Catatan serupa
tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan
oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”,
hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris
menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh
Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke
14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan
Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana
disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan
Seran Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun
demikian armada-armada perdagangan yang
berdatangan dari Maluku dan barangkali dari
pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah
memiliki pengaruh jauh sebelumnya.Pengaruh ras
austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan
raja di antara keempat suku, yang boleh jadi
diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan
Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di
bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan
Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan
di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak
abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat
oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin- pemimpin
di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar,
yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah
nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui
dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.
Kedatangan Orang Islam
Pertama Berdasarkan keterangan di atas jelaslah
bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa
dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah
ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain
faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit,
masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat
Maluku, di mana pada masa itu terdapat
kerajaan Islam berpengaruh di kawasan
Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan. Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah.
Sejumlah daerah seperti
Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI
telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme. Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut:
“…beberapa suku Papua di pulau Gebi
antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh
kaum pendatang dari Maluku"
Tentang masuk dan berkembangnya
syi'ar Islam di daerah Papua,
lebih lanjut Arnold menjelaskan:
“Di Irian sendiri, hanya sedikit
penduduk yang memeluk Islam. Agama ini
pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat
[mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang
Muslim yang berusaha sambil berdakwah di
kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun
1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan
sangat lambat selama berabad-abad
kemudian..."
Bila ditinjau dari laporan
Arnold tersebut, maka berarti masuknya
Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad
ke XVII, atau dua abad lebih awal dari
masuknya agama Kristen Protestan yang masuk
pertama kali di daerah Manokwari pada 1855, yaitu
ketika dua orang missionaris Jerman bernama
C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan
kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris
di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam Atau
Kristen Agama Orang Irian (Papua). ”
Teori Maluku
Utara (Ternate-Tidore)
Dalam sebuah
catatan sejarah kesultanan Tidore yang menyebutkan bahwa pada tahun 1443 M
Sultan Ibnu Mansur ( Sultan Tidore X atau sultan Papua I ) memimpin ekspedisi
ke daratan tanah besar ( Papua ). Setelah tiba di wilayah pulau Misool, raja
ampat, maka sultan ibnu Mansur mengangkat Kaicil Patrawar putra sultan Bacan
dengan gelar Komalo Gurabesi ( Kapita Gurabesi ). Kapita Gurabesi kemudian di
kawinkan dengan putri sultan Ibnu Mansur bernama Boki Tayyibah. Kemudian
berdiri empat kerajaan dikepulauan Raja Ampat tersebut adalah kerajaan
Salawati, kerajaan Misool/kerajaan Sailolof, kerajaan Batanta dan kerajaan
Waigeo. Dari Arab, Aceh,Jawa , Bugis, Makasar, Buton, Banda, Seram, Goram, dan lain – lain.
Masa antara
abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana
pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai
pudar. Sejak zaman itu muncul zaman baru yang ditandai penyebaran Islam
melalui jalar perdagangan Nusantara. Melalui jalur damai perdagangan
itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu
penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang
dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat
baru.
Pendapat lain
mengemukakan bahwa Perkembangan agama Islam di daerah Fakfak dikembangkan oleh
pedagang-pedagang suku Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fakfak melalui
Seram Timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah
lama menetap di Ambon.
Proses
Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur Perdagangan, pendidikan
non formal dan politik, yang dimaksud dengan penyebaran dakwah
melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan
dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan (Onim,
2006;102-105).
Proses Islamisasi di
wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur :
1.
Perdagangan, Jalur perdagangan dilakukan ketika para pedagang datang kemudian
mereka menetap di pemukiman masyarakat di sekitar daerah pesisir pantai, selain berdagang mereka juga memperkenalkan agama Islam dengan mengajarkan penduduk untuk melakukan shalat.
2.
Perkawinan para pedagang umumnya menempuh cara perkawinan agar lebih gampang atau mudah memperoleh kemungkinan dan jalan masuk untuk mendapatkan hasil pala dari masyarakat Fakfak. Para pedagang datang ke wilayah ini kemudian mereka kawin dengan kaum wanita di tempat tersebut dengan demikian ia dijadikan pemimpin dalam agama Islam.
3.
Pendidikan non formal dilakukan melalui pusat-pusat pengajian yang berlokasi di
masjid-masjid maupun di rumah- rumah para mubaliqh
4.
Politik yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah
bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan (Onim,2006;102-105).
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat
diketahui dengan adanya ditemukan masjid-masjid
kuno peninggalan kerajaan Islam yang pernah
berkuasa di wilayah tersebut diantaranya gong,
bedug masjid, rebana yang digunakan pada saat
upacara maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah kerajaan dari kerajaan Ati-ati. Masjid-masjid kuno yang ditemukan tersebut tersebar di beberapa tempat diantaranya masjid Patimburak, masjid Werpigan dan masjid Merapi.
Di Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam
ada empat raja yang berkuasa diantaranya Raja
Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota
(sekarang masuk dalam wilayah kabupaten
Kaimana).
Masing-masing raja tersebut mendirikan masjid dan masjid
tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam.
Bukti pengaruh masuknya
Islam
1.
Masjid yang didirikan oleh raja Ati-ati
Masjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada umumnya
terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi
ditemukan wujud maupun sisa-sisanya. Satu-satunya masjid yang ditunjukkan
oleh keturunan Raja Ati-ati adalah masjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9. Masjid tersebut telah mengalami renovasi, sehingga konstruksi aslinya telah hilang yang nampak adalah masjid yang baru ( Tim peneliti, 1999)
2.
Masjid yang didirikan oleh raja Fatagar
Masjid yang didirikan oleh Raja Fatagar yaitu masjid Merapi terletak
di kampung Merapi, dalam masjid terdapat
bedug yang terbuat dari batang kayu kelapa. Di dekat masjid terdapat makam Raja Fatagar I dan II, makam terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok yang berada di dalam pagar dan kelompok yang berada di luar
3.
Selain itu bukti pengaruh masuknya Islam yaitu ditemukan
rebana yang digunakan pada saat upacara
maulid, gong, tanda raja, tongkat cis, songkok
raja dan adanya silsilah raja-raja yang pernah
berkuasa di wilayah tersebut.
4.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat
dengan adanya temuan masjid kuno dibeberapa
tempat yaitu masjid Merapi, Werpigan,
Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok
raja. Islam juga menancapkan pengaruhnya
didaerah Kokas, Fakfak salah satu buktinya
adalah keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu
Masjid Patimburak. Masjid Patimburak adalah
sebuah masjid tua bersejarah dan terletak di
Distrik Kokas, Fakfak, Papua Barat. Masjid ini
merupakan salah satu peninggalan sejarah Islam
di Papua dan menjadi salah satu pusat agama
Islam di Kabupaten Fakfak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah
berdiri lebih dari 200 tahun yang lalu, bahkan
merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak. Informasi
masjid tersebut didirikan pada tahun 1870, seorang
imam bernama Abuhari Kilian. Pada masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di pilar masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di kokas tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV, kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk kokas. Dari beberapa sumber disimpulkan
bahwa Islam masuk ke kabupaten Fakfak menurut
beberapa sumber sekitar pertengahan abad ke-15. Proses
masuknya yaitu melalui jalur perdagangan,
perkawinan, pendidikan non formal dan politik.
Islam masuk ke wilayah ini tidak terlepas dari
pengaruh kesultanan Ternate dan Tidore sebagai
basis Islamisasi di Indonesia bagian timur.